Minggu, 04 Oktober 2009

Menulis Skenario Film Layar Lebar

BASIC STORY “SEPERTI GATOTKACA”
William Bunawan (Willy, 10 tahun) adalah seorang anak kecil yang suka menyendiri dan memiliki kemampuan melihat roh dari benda-benda bertuah jika ia memegangnya. Ia bisa mengetahui apakah sebuah benda itu memiliki “isi” atau tidak melalui indra pendengarannya dan dalam jarak tertentu. Jika ia merasa sebuah benda bersuara aneh atau “berbisik” padanya, ia memilih untuk menjauhkan diri.
Setiap pulang sekolah ia biasa menunggu jemputan di taman dekat sekolah dan selalu memerhatikan pedagang tua yang suka menggelar barang-barang wayang di taman yang suka berdongeng kepada anak-anak yang ingin mendengarkan. Bedanya, Willy mendengarkan dongeng tersebut dari jauh, dari bangku taman tempat ia biasa duduk. Dari sana, Willy banyak belajar tentang makna kepahlawanan.
Entah mengapa, absennya pedagang tua itu pada suatu hari membuat Willy merasa kehilangan. Keberadaannya digantikan oleh petugas Kamtib yang mondar-mandir mengelilingi taman. Willy kembali merasa kesepian setiap kali ia menunggu kedatangan jemputannya. Namun, di hari yang sama ia menemukan sarung anak panah di tempat biasanya pedagang tua itu berada, dan benda itu “berbisik” pada Willy. Willy memilih untuk mengacuhkan benda itu, namun anjing liar yang tiba-tiba datang dan menyalak-nyalak membuat Willy harus mengambil sarung anak panah itu dan membela dirinya. Sang anjing pergi, dan roh Gatotkaca (28 tahun) datang, dengan anak panah tertancap di dadanya. Diawali dengan kecanggungan, Willy dan roh Gatotkaca akhirnya bersahabat.
Di salah satu pertemuannya, Willy bertanya mengapa Gatotkaca berani mengorbankan dirinya untuk sebuah kemenangan. Gatotkaca menyangkal bahwa dirinya adalah pemberani, dan bahwa pada saat itu Gatotkaca memang diharuskan berkorban. Willy kini memiliki keraguan apakah suatu saat ia juga harus mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang lain. Namun, secara tiba-tiba, seekor anjing menyalak-nyalak dan mengejar seorang anak perempuan yang berlari sambil menangis. Melihat kejadian ini, Gatotkaca berkata pada Willy, “bukankah kamu ingin tahu rasanya berkorban?”
Anak perempuan itu kini sudah berada di atas pohon dan menangis, dan anjing di bawahnya. Dengan penuh rasa takut Willy mencoba mengusir anjing itu. Usahanya berakhir dengan kegagalan, dan Willy kini dikejar oleh anjing itu keliling taman. Gatotkaca tertawa, dan anak perempuan di atas pohon berhenti menangis.
Dalam pelariannya, Willy memanjat sebuah pohon dan di atasnya ia bertemu dengan anak perempuan itu. Dengan nafas terengah-engah, ia memperkenalkan diri dengan bangga, “Willy. Pahlawan yang rela berkorban, seperti Gatotkaca!” Anak perempuan tertawa, Gatotkaca tersenyum di sebelahnya.